Rabu, 23 April 2014

Sisi Lain Kartini

Di pesisir utara pulau Jawa, di wilayah Jepara, ada seorang kiai: Mbah Kiai Madirono yg beristri Bu Aminah. Mereka memiliki anak perempuan bernama Bu Ngasiroh. Anak perempuan ini kemudian dinikahi oleh Bupati Jepara hingga melahirkan perempuan bernama Kartini.

Ketika kecil, Kartini mengaji pada Mbah Kiai Soleh nDarat Semarang yang pernah nyantri di Mekkah bersama Kiai Imampuro (Ngemplak) dan Syeh Anom Sidakarsa (Kebumen).

Suatu ketika, setelah mendengar gurunya menafsirkan Alquran, Kartini merasa hatinya tentram dan akhirnya ia meminta gurunya menerjemahkan 30 juz ke dalam bahasa Jawa agar dapat dijadikan pedoman bagi para perempuan di tanah Jawa. Kiai Soleh menolak dan mengatakan bahwa tak mudah menerjemahkan Alquran, harus memiliki ilmu yg komplit mulai nahwu-saraf, asbabul nuzul, asbabul wurud, paham makna 'urfi, makna hakiki, majas, dan sebagainya yg disebut sbg 14 ilmu bantu tafsir Quran yg dijelaskan dlm kitab Itmamud Dirayah.

Kartini meyakinkan gurunya bahwa ia sudah mumpuni. Sang guru begitu trenyuh mendengar semangat gadis kecil ini yg punya cita-cita mulia. Akhirnya, dimulailah penerjemahan Alquran di Pesantren nDarat Semarang. Baru selesai 13 juz, hasilnya utk pertama kali dicetak di Singapura dg judul "Faidurrahman fi Tafsiri Ayatil Qur'an" atas usul R.A. Kartini. Buku tafsir ini dinyatakan sbg tafsir Quran pertama di Asia Tenggara.

Buku terjemahan Alquran dlm bhs Jawa ini dijadikan kado pernikahan Kartini dari gurunya, Kiai Soleh. Inilah salah satu buku yg menjadi pedoman dan pembentuk karakter Kartini shg agamanya kuat.

*) hasil ngaji kpd Romo Kiai Chalwani Nawawi, Berjan, Purworejo
*) mohon maaf jika ada kesalahan penulisan nama & istilah, maklum telinga saya terbatas