Kamis, 24 Januari 2013

Kembalikan Fungsi Klakson Sesuai Fitrahnya





Seperti biasanya, pagi kemarin saya gegowesan (baca: bersepeda) keliling kota. Saya keluar gang indekos dan akhirnya sampailah ke jalan agak besar dan terus mengayuh sepeda hingga ke jalan raya empat lajur (lebarnya kurang lebih 22 meter). Saya tinggal di Pangkalpinang, ibu kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tak seperti di Jakarta, di sini jalan raya pada pagi hari sebelum pukul enam masih sangat sepi, hanya satu dua kendaraan yang lewat, apalagi jalan yang saya lewati ini: Jalan Mentok.

Sedang asyik-asyiknya gowes di jalanan lengang dan suasana yang sepi, mendadak ada bunyi klakson di belakang saya. Ada sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan sedang hendak melewati saya. Karena sedang sepi, saya kaget mendengar suara klakson tersebut. Oke, saya paham salah satu fungsi klakson adalah fungsi eksistensi, yakni menunjukkan keberadaan seseorang/sesemobil/sesemotor/atau sese-lainnya. Tapi yang saya heran dari peristiwa tersebut adalah kondisi jalanan yang sangat sepi. Hanya ada mobil tersebut dan saya yang mengendarai sepeda. Lagi pula posisi saya sangat di pinggir jalan, tidak ada satu meter jaraknya dengan trotoar. Dengan demikian, masih tersisa kurang lebih 10 meter untuk lajur kiri dan 11 meter untuk lajur kanan. Saya kira ruang selebar itu masih sangat cukup untuk mobil Avanza yang lebarnya tak lebih dari tiga meter. Jalanan di sana juga lurus tanpa ada belokan. Jadi, masihkah klakson itu berfungsi sebagai tanda eksistensi? Saya kira tidak. Klakson yang sebelumnya berarti “Ada gue di belakang lo. Jangan belok kanan dulu ya. Gue mau lewat,” saat itu berubah menjadi “WOEI...! MINGGIR LO...!!! GUWEEH MAU LEWAT...!!!”

Atau kejadian lain pada suatu siang terik di perempatan. Kejadian ini pasti sering dialami oleh para pengendara, atau mungkin Anda salah satu pelakunya. Beberapa detik lagi lampu merah akan berubah jadi hijau. Ketika angka merah menunjukkan angka 0, beberapa pengendara di antrean belakang (yang sedang kebelet pup mungkin) langsung membunyikan klakson BERKALI-KALI. Pengendara motor di samping saya juga melakukan demikian. Saya yang jengah dengan hal itu pun nyletuk dengan cukup keras, “Sabar kalee, Pak...!” Hasilnya, saya diplototin orang.

Entah logikanya yang tidak jalan atau otaknya yang memang setara dengan otak ganggang, mereka terus membunyikan klakson. Padahal jika diperhatikan atau jika kita mau memosisikan diri seolah sedang ada di antrean depan, kita akan paham bahwa butuh sepersekian detik untuk menjalankan kendaraan kita ketika lampu berubah menjadi hijau. Sepersekian detik tersebut tinggal dikalikan dengan banyaknya saf/baris antrean. Jadi,  kita yang ada di antrean belakang tidak bisa langsung berjalan seketika itu juga saat lampu berubah menjadi hijau. Butuh sekian detik agar antrean belakang bisa berjalan.  

So, mulai sekarang kurangilah membunyikan klakson untuk hal seperti itu. Sadar dirilah, walaupun bukan ahli matematika atau profesor fisika, kita masih bisa memperkirakan hal demikian. Dalam kondisi demikian, klakson layak dibunyikan ketika kendaraan di depan kita sudah lama tidak berjalan padahal di depannya sudah tidak ada antrean dan lampu sudah hijau. Jika belum pada kondisi demikian, ya bersabarlah. Sabar sekian detik tidak akan membuat pup kita keluar di jalan, kan?

Fungsi klakson selain sebagai bukti eksistensi adalah memberikan perintah kepada yang lain untuk menyingkir karena kita mau mendahuluinya dan keberadaannya menghalangi jalan kita sehingga sebaiknya ia sedikit menyingkir. Fungsi lainnya mungkin untuk bukti kekerabatan. Pasti pernah kan ada seseorang yang kita kenal mengklakson saat melewati kita? Ya, itu dimaksudkan untuk “menyapa” kita. Daripada berteriak dan dikhawatirkan malah tidak terdengar, ya lebih baik mengklakson. Tinggal berharap saja, orang yang diklakson sadar bahwa itu orang yang dikenalnya yang ingin menyapanya.

Mau buka pintu garasi atau pintu gerbang dan ada orang di rumah yang bisa membukakannya? Ya tinggal klakson saja daripada kita turun dari mobil hehe. Tapi biar sekalian olahraga ya keluar dan berjalanlah sendiri membuka pintu garasi atau gerbang rumah kita.

Ada juga sih fungsi lainnya menurut pengamatan saya. Fungsi luapan kemarahan. Ya, sering lihatlah atau mungkin kita pernah melakukannya. Ketika kita marah karena ada pengguna jalan yang hampir membuat kita celaka, kita membunyikan klakson untuk meluapkan kemarahan kita. Tapi semoga kita tidak mengalami hal demikian.

Tentunya masih ada fungsi klakson yang lainnya yang tidak perlu saya bicarakan di sini. Sekali lagi, bijaklah menggunakan klakson. Kita kesal ‘kan jika ada orang yang mengklakson kita padahal posisi kita sudah benar? Ya jangan suka klakson sembarangan juga ya hehe... Yuk, kembalikan fungsi klakson sesuai fitrahnya.

1 komentar: